Kisah Seorang Pelaut Yang Tak Kenal Menyerah

Mengarungi Lautan dan Kehidupan: Kisah Seorang Pelaut yang Tak Kenal Menyerah

Menjadi seorang pelaut itu adalah pilihan bukan takdir. Jangan pernah membayangkan jadi seorang pelaut, buang semua mimpi – mimpi indahmu itu dari pikiranmu sekarang juga jika kamu tidak bermental baja dan tidak punya disiplin yang tinggi


Banyak orang membayangkan kehidupan seorang pelaut itu gagah, berkeliling dunia, dan bergaji besar. Mungkin ada benarnya, tetapi di balik itu semua, ada sebuah perjuangan panjang yang tidak semudah yang terlihat. Inilah kisah saya, sebuah perjalanan mengarungi lautan dan lika-liku kehidupan yang saya mulai pada tahun 1995.


Langkah pertama saya di dunia maritim dimulai di Singapura. Saat itu, saya bekerja di kapal tanker atau bunker. Kapal pertama yang menjadi saksi bisu awal perjuangan saya adalah MT. ADOPHIUS, tempat saya bertugas sebagai seorang AB (Able-Bodied Seaman). Tak lama kemudian, saya pindah ke kapal MT. LHK II di bawah naungan perusahaan yang sama, Meridian Petroleum Pte Ltd. Di era itu, syarat untuk berlayar terbilang sederhana; hanya butuh Paspor, Buku Pelaut, dan Surat Keterampilan Pelaut (SKP).


Merasa butuh ilmu lebih, pada tahun 1999 saya memutuskan untuk sekolah pelayaran, mengambil ijazah MPT atau Mualim Pelayaran Terbatas. Dengan bekal ijazah di tangan, saya optimis bisa naik pangkat. Namun, kenyataan di laut berkata lain. Saya bergabung dengan kapal kontainer berbendera Malaysia, MV. SALAM PANJANG, tetapi posisi saya masih sebagai AB. Ijazah MPT yang saya miliki rupanya belum cukup untuk membawa saya ke jenjang perwira (officer). Ini adalah pelajaran pertama saya, bahwa di laut, teori harus sejalan dengan pengalaman dan regulasi yang terus berkembang.


Benar saja, pada tahun 2002, peraturan baru mengharuskan saya untuk meningkatkan kualifikasi dari MPT ke ANT V (Ahli Nautika Tingkat V). Setelah menyelesaikan peningkatan tersebut, secercah harapan baru muncul. Saya mendapat pekerjaan sebagai Chief Officer (Mualim satu) di kapal suplai SEA DRAGON 2, sebuah boat kecil untuk mengantar orang dan barang atau provision store makanan dengan rute OPL (Off Port Limit) di bawah perusahaan Sea Dragon, anak perusahaan Yeo Brothers Pte Ltd Singapore. Namun, perjalanan karier saya harus terjeda beberapa tahun karena sebuah panggilan hidup yang tak kalah penting: menikah.

SELAMA 20 TAHUN BEKERJA SEBAGAI SEORANG PELAUT, SAYA TIDAK PERNAH DIGAJI. ISTRI YANG MEMBIAYAI KEHIDUPANKU. LALU ADA ORANG BERTANYA PADAKU, “LHA ISTRIMU KERJANYA APA?” LALU SAYA JAWAB, “YA ITULAH KERJA ISTRIKU MENGAMBIL UANG GAJIKU”.

Ungkapan / kutipan yang lagi viral di jagat maya 😁

Setelah menikah, saya kembali ke laut, kembali ke Singapura, dan kembali ke kapal tanker/bunker. Kali ini saya bergabung dengan Sinanju Pte Ltd di kapal MARINE COCO, dan ya, saya kembali memulai sebagai AB. Meski begitu, saya cukup lama bertahan di perusahaan ini karena sistem kerjanya yang sangat nyaman. Awalnya tiga hari kerja dan tiga hari libur, kemudian berubah menjadi tiga bulan kerja dan tiga bulan cuti di rumah, di mana gaji tetap berjalan penuh. Sayangnya, di masa inilah saya membuat salah satu penyesalan terbesar. Saya terlalu keras kepala, mengabaikan semua saran dari keluarga dan teman untuk mengambil ijazah Module satu atau Port Limit Special Grade (PLSG) yang saat itu sangat strategis.


Pada tahun 2013, saya memutuskan untuk berhenti dari perusahaan Sinanju Tankers dan kembali ke bangku sekolah, kali ini untuk peningkatan dari ANT V ke ANT IV. Setelah lulus, saya bergabung dengan Prosper Marine Pte Ltd di kapal PROSPER 8. Ini bukan kapal bunker biasa, melainkan kapal khusus atau pengangkut slop limbah minyak MARPOL ANNEX 1. Tugas kami adalah memuat hasil cucian tangki kapal-kapal besar—campuran limbah minyak dan air—untuk diolah di fasilitas darat agar tidak mencemari lautan.


Meskipun kembali memulai sebagai AB, perusahaan melihat potensi saya. Saya diberi tugas besar untuk menjemput kapal baru, PROSPER 9, langsung dari galangannya di China. Empat bulan lamanya saya di sana menunggu kapal selesai dibangun. Setelah itu, kami menempuh perjalanan tujuh hari mengarungi Laut China Selatan yang terkenal ganas dengan ombaknya. Setibanya di Singapura, kantor menepati janjinya. Saya didaftarkan untuk mengambil Module satu. Sempat gagal sekali, namun pada percobaan kedua saya akhirnya lulus. Pintu menuju anjungan kembali terbuka, dan saya diangkat menjadi Mualim satu.


Kehidupan di laut memang penuh ketidakpastian. Perusahaan Prosper Marine bangkrut dan semua kapalnya, termasuk PROSPER 8 & PROSPER 9, dijual ke perusahaan baru, Shipmate Pte Ltd. Syukurlah, saya dan kru lainnya ikut pindah ke perusahaan baru tersebut dan bekerja di sana hingga saat ini.


Rasa haus akan ilmu tidak pernah padam. Pada tahun 2024, saya kembali bersekolah di Poltekpel Banten, mengambil peningkatan ijazah dari ANT IV ke ANT III. Alhamdulillah, saya telah lulus. Untuk sementara, ini adalah ijazah laut terakhir saya, tapi jika ada rezeki dan kesempatan lagi, Insya Allah saya akan terus melangkah.


Kadang saya merenung dan sedikit tertawa getir. Saya memang terlambat dalam hal peningkatan ijazah. Coba bayangkan jika saya lebih rajin dan disiplin, misalnya rutin setiap tiga tahun sekali melakukan peningkatan ijazah laut sejak dulu. Mungkin sekarang saya sudah jadi Presiden Direktur di perusahaan pelayaran. 😂


Demikianlah sepenggal kisah perjalanan saya. Sebuah bukti bahwa menjadi pelaut adalah tentang kerja keras, kesabaran, keberanian mengakui kesalahan, dan kemauan untuk terus belajar.

Floating Footer Navbar